Mau Nikah ala Buddhis? Ini Dia Tata Cara & Syarat Pernikahan Agama Buddha yang Wajib Kamu Tahu!

Kalau kamu dan pasangan beragama Buddha dan sedang merencanakan pernikahan, wajib banget tahu gimana tata cara dan syarat sahnya pernikahan menurut ajaran agama Buddha. Yes, meskipun pernikahan dalam ajaran Buddha bukan sebuah kewajiban, tapi kalau sudah mantap, tentu harus dilakukan dengan penuh kesadaran, cinta kasih, dan sesuai ajaran Dharma.
Nah, biar nggak bingung, yuk kita bahas secara lengkap tentang pernikahan Buddha mulai dari dasar hukumnya, azas pernikahan, syarat administratif, sampai proses pemberkatan atau upacaranya. Simak sampai habis, ya!
Apa Itu Pernikahan Menurut Ajaran Buddha?
Dalam agama Buddha, pernikahan bukan sebuah keharusan spiritual, tapi lebih ke pilihan hidup. Buddha sendiri tidak pernah mewajibkan umatnya untuk menikah, tapi beliau mengajarkan bahwa kalau memilih untuk menikah, maka hubungan itu harus dijalani dengan penuh metta (cinta kasih), karuna (kasih sayang), mudita (empati), dan upekkha (ketenangan batin).
Tujuan dari pernikahan dalam pandangan Buddhis adalah membangun keluarga harmonis yang penuh cinta, bahagia di kehidupan saat ini, dan menciptakan kebajikan untuk kehidupan mendatang. Sounds deep, right?
Landasan Hukum Pernikahan Buddha di Indonesia
Sebelum bahas ritual, yuk tengok dulu aturan hukumnya. Di Indonesia, pernikahan diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa:
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dan yang paling penting nih, pernikahan dianggap sah kalau dilangsungkan menurut hukum agama masing-masing. Jadi, untuk umat Buddha, pernikahan harus sesuai ajaran Buddhis dan dicatat secara hukum negara.
Azas Pernikahan dalam Agama Buddha
Pernikahan dalam Buddha menganut sistem monogami. Ini didasarkan pada kitab suci Anguttara Nikaya 11.57 yang menyebutkan bahwa perkawinan ideal adalah antara seorang pria yang baik (dewa) dan wanita yang baik (dewi). Jadi, nggak ada tuh istilah punya pasangan lebih dari satu dalam satu waktu.
Selain itu, ajaran Buddha juga menekankan empat prinsip penting dalam kehidupan rumah tangga:
- Samma Saddha – Keyakinan yang benar terhadap ajaran Buddha dan komitmen dalam membangun keluarga berdasarkan Dharma.
- Samma Sila – Etika dan moral yang baik sebagai landasan hidup harmonis.
- Samma Cagga – Kedermawanan, artinya rela memberi dan saling memahami dalam hubungan.
- Samma Panna – Kebijaksanaan untuk menyelesaikan masalah tanpa ego.
Empat hal ini penting banget jadi fondasi pernikahan kamu!
Syarat Administratif Pernikahan Buddha
Selain secara spiritual, ada juga syarat administratif yang harus kamu siapkan sebelum hari H. Ini penting biar pemberkatan dan pencatatan sipilnya lancar.
Berikut dokumen yang biasanya diminta vihara dan kantor catatan sipil:
- Formulir pemberkatan dari vihara
- Fotokopi KTP mempelai, orang tua, dan saksi yang dilegalisir kelurahan
- Fotokopi KK mempelai
- Fotokopi akta lahir mempelai
- Surat Keterangan Belum Menikah dari kelurahan
- Fotokopi KTP saksi dari masing-masing pihak
Selain itu, biasanya calon pengantin juga akan diminta mengikuti sesi bimbingan perkawinan (sejenis konseling pranikah) untuk mempersiapkan diri secara mental dan spiritual.
Tata Cara Pemberkatan Pernikahan Buddha
Kalau semua dokumen udah lengkap, saatnya masuk ke bagian yang paling sakral — prosesi pemberkatan atau upacara pernikahan Buddhis. Upacara ini bisa dilakukan di vihara, cetiya, rumah salah satu mempelai, atau tempat lain seperti hotel (dengan penyesuaian, misalnya tanpa dupa kalau tidak diizinkan).
Berikut rangkaian umumnya:
- Masuknya kedua mempelai – Diiringi orang tua dan saksi ke area altar Buddha.
- Persembahan altar – Mempelai mempersembahkan bunga, buah, lilin, dan dupa sebagai simbol penghormatan kepada Buddha.
- Tanya jawab – Pandita menanyakan kesediaan menikah tanpa paksaan.
- Pembacaan ikrar pernikahan – Mempelai membaca janji suci dan komitmen satu sama lain.
- Pemasangan cincin – Simbol ikatan lahir dan batin.
- Pemasangan pita dan kain kuning – Tanda telah sah dan diberkati secara spiritual.
- Pemberkatan – Pandita dan orang tua memercikkan air suci sebagai simbol penyucian.
- Nasihat Dharma – Pandita memberikan wejangan seputar hidup berumah tangga dalam Dharma.
- Pelepasan pita dan kain – Menandai dimulainya kehidupan baru.
- Penandatanganan surat ikrar – Disaksikan oleh orang tua dan saksi.
- Penutup – Ucapan syukur dan doa bersama.
Seluruh proses ini berlangsung dengan tenang dan penuh makna. Nggak ada musik pesta atau dekor mewah, tapi justru itulah keindahan upacara Buddha — fokus pada makna spiritual dan kesadaran penuh.
Tips Tambahan buat Kamu yang Mau Menikah ala Buddhis
Diskusi dengan Vihara: Setiap majelis atau vihara bisa punya detail teknis yang sedikit berbeda, jadi penting buat berdiskusi dulu.
Konsultasi Venue: Kalau ingin menikah di luar vihara (misalnya hotel), pastikan venue mengizinkan prosesi lilin atau dupa.
Pilih Pandita atau Bhikkhu yang Berpengalaman: Biar upacaranya berjalan lancar dan khidmat.
Dokumentasi Sederhana tapi Sakral: Upacara Buddhis nggak terlalu ramai, tapi tetap bisa dibuat memorable dengan dokumentasi yang intimate.
Kesimpulan: Menikah dalam Ajaran Buddha = Kesadaran & Cinta Tanpa Pamrih
Pernikahan dalam agama Buddha bukan sekadar seremoni, tapi momen sakral yang mengikat dua insan dalam cinta kasih universal. Prosesnya memang sederhana, tapi penuh nilai-nilai mendalam — dari penghormatan kepada Triratna (Buddha, Dhamma, Sangha), sampai janji hidup bersama dalam kebajikan.
Kalau kamu dan pasangan ingin membangun rumah tangga dengan dasar spiritual yang kuat, maka pernikahan ala Buddha bisa jadi pilihan paling bermakna.