Pernikahan Adat Jawa: Penuh Filosofi, Bukan Sekadar Janji Suci

Kalau kamu pikir pernikahan itu cuma soal tukar cincin dan janji suci, kamu perlu kenalan lebih dekat sama adat pernikahan Jawa. Tradisi ini nggak cuma indah dari segi visual, tapi juga penuh makna dan simbolisme yang dalam. Dari prosesi lamaran sampai resepsi, setiap langkahnya punya cerita yang mencerminkan nilai-nilai luhur, warisan leluhur, dan filosofi hidup masyarakat Jawa.
Nah, buat kamu yang lagi mikirin konsep pernikahan atau sekadar penasaran, yuk kita kupas tuntas prosesi pernikahan adat Jawa berikut dengan makna filosofis di baliknya. Siapa tahu, bisa jadi inspirasi nikah impian kamu!
1. Lamaran (Nontoni, Nglamar, dan Srah-srahan)
Lamaran dalam adat Jawa nggak sesederhana “kita nikah yuk?” Proses ini diawali dengan nontoni, alias kunjungan si cowok dan keluarganya ke rumah si cewek untuk lihat-lihat dulu (kayak PDKT versi keluarga besar).
Lanjut ke nglamar, di mana keluarga pihak pria menyampaikan niat seriusnya secara lisan atau tertulis. Kalau pihak wanita setuju, barulah masuk ke tahap srah-srahan, yaitu serah terima seserahan sebagai simbol ikatan pertunangan.
✨ Filosofinya? Ini bukan cuma soal memberi hadiah, tapi bentuk penghormatan dan keseriusan pria terhadap wanita dan keluarganya.
2. Persiapan dan Pemilihan Hari Baik
Jadwal nikahan dalam adat Jawa nggak asal pilih tanggal. Ada hitungan weton (hari lahir Jawa) dan perhitungan astrologi Jawa buat cari hari terbaik agar pernikahan membawa keberkahan. Biasanya ini jadi tugas orang tua dan sesepuh keluarga.
3. Tarub dan Bleketepe: Dekor Bernuansa Spiritualitas
Tarub adalah tenda khusus buat menyambut tamu, lengkap dengan dekor janur dan buah-buahan yang menggambarkan kesuburan dan harapan baik.
Bleketepe (anyaman janur) dipasang di depan rumah sebagai simbol tolak bala, biar energi negatif nggak ikut-ikutan datang di hari bahagia.
4. Sesaji: Sajian Spiritual untuk Kelancaran Acara
Sesaji disiapkan untuk memohon keselamatan selama prosesi. Biasanya terdiri dari bunga, makanan, minuman, dan buah. Ini bukan buat dimakan tamu, tapi sebagai bentuk persembahan simbolis ke alam semesta.
5. Rias dan Busana: Cantik Bukan Sekadar Makeup
Dalam adat Jawa, riasan punya makna mendalam. Prosesi paes (mencukur rambut halus di dahi) menandakan pengantin putri siap meninggalkan masa gadisnya dan memulai hidup baru. Riasannya dibuat anggun seperti putri keraton.
Untuk busana, ada dua jenis utama:
- Gaya Basahan: Tanpa atasan, hanya memakai kain dodotan dan aksesori lengkap.
- Gaya Putri: Lebih tertutup dan elegan dengan bludru dan kain panjang, cocok untuk resepsi modern.
Pengantin pria biasanya memakai beskap dengan kuluk (topi tradisional).
6. Siraman: Pembersihan Diri Sebelum Hidup Baru
Upacara siraman dilakukan sehari sebelum akad. Pengantin dimandikan dengan air bunga oleh orang tua dan wanita-wanita yang dianggap bijak. Tujuannya? Membersihkan diri secara spiritual, supaya siap memasuki fase kehidupan baru.
7. Pemecahan Kendi & Potong Rambut
Setelah siraman, kendi (tempat air) dipecahkan oleh ibu mempelai sebagai simbol pecahnya masa remaja si anak.
Lalu, dilakukan potong rambut, yang melambangkan pembuangan sifat kekanak-kanakan. Rambut tersebut biasanya ditanam di kebun sebagai simbol kesuburan.
8. Penjualan Dawet: Simbol Rezeki Berlimpah
Ini prosesi yang seru! Ibu mempelai wanita berdandan ala penjual dawet, dan tamu “membeli” dawet pakai pecahan kendi tadi. Hasil penjualan diberikan ke ayah mempelai. Maknanya? Harapan agar rezeki pengantin nanti lancar terus, seperti manisnya dawet.
9. Meratus Rambut & Ngerik
Rambut pengantin putri di-ratus supaya harum, lalu masuk ke tahap ngerik—anak-anak rambut di dahi dicukur untuk membentuk pola paes yang khas. Ini adalah persiapan terakhir sebelum didandani maksimal.
10. Malam Midodareni: Perpisahan Gadis dengan Masa Lalu
Malam sebelum nikah disebut midodareni. Pengantin putri “dikurung” di kamar, nggak boleh keluar sampai tengah malam. Konon katanya, para bidadari turun malam itu untuk memberi kecantikan dan berkah.
Sementara itu, keluarga calon pengantin pria datang untuk silaturahmi, dan si putri mendapat wejangan dari orang tua sebagai bekal hidup berumah tangga.
11. Akad Nikah: Momen Sah Secara Agama dan Hukum
Pagi harinya, akad nikah dilaksanakan. Bisa dilakukan di rumah, masjid, atau tempat lain sesuai agama masing-masing. Inilah momen resmi sahnya pernikahan menurut hukum negara dan agama.
12. Upacara Panggih: Pertemuan Dua Jiwa dan Keluarga
Setelah akad, upacara adat panggih digelar. Isinya banyak simbol:
- Temu Manten: Pertemuan pertama sebagai suami istri.
- Sawat-sawatan: Lempar sirih sebagai lambang menyatunya dua hati.
- Wiji Dadi: Pecah telur simbol kesuburan.
- Kacar-kucur: Pengantin pria memberi nafkah simbolis.
- Sindur Binayang: Orang tua “menyelimuti” pengantin menuju pelaminan.
- Timbang: Orang tua menunjukkan cinta yang seimbang pada kedua anaknya.
- Saling Menyuapi: Simbol kasih sayang dan kebersamaan.
- Sungkem: Mohon doa restu dan ridho dari orang tua.
13. Resepsi: Pesta Cinta yang Dirayakan Bersama
Malamnya, resepsi digelar. Tamu undangan hadir untuk memberi selamat, dan pengantin menerima doa dari keluarga besar dan sahabat. Biasanya acara ini dikemas lebih modern, tapi tetap dengan sentuhan adat, biar makin syahdu.
Penutup
Pernikahan adat Jawa bukan cuma prosesi, tapi rangkaian makna tentang cinta, pengorbanan, kehormatan keluarga, dan harapan masa depan. Meski zaman berubah, banyak pasangan masih melestarikan tradisi ini, bahkan menggabungkannya dengan sentuhan modern.
Jadi, buat kamu yang mau nikah dengan nuansa penuh makna, adat Jawa bisa banget jadi inspirasi. Karena sesungguhnya, pernikahan bukan hanya tentang dua hati yang bersatu, tapi juga tentang menyatukan dua keluarga, dua budaya, dan dua perjalanan hidup menjadi satu.